Guru SMAN 1 Tebing Tinggi Diduga Hina Siswa, Berpotensi Dijerat UU Perlindungan Anak. (Poto: ist/ist)
EMPAT LAWANG, LINTASSRIWIJAYA.COM – Seorang guru di SMAN 1 Tebing Tinggi diduga melakukan penghinaan terhadap seorang siswa, yang belakangan ini menjadi sorotan publik.
Tindakan guru tersebut diduga mengandung unsur diskriminasi terhadap latar belakang sosial dan ekonomi siswa, dan dinilai telah melanggar prinsip-prinsip perlindungan anak yang diatur dalam undang-undang.
Baca Juga: Siswa SMAN 1 Tebing Tinggi Tak Mau Sekolah, Diduga Dihina Guru di Depan Umum
Penghinaan dan perlakuan diskriminatif oleh tenaga pendidik tidak hanya mencederai etika profesi guru, tetapi juga dapat menjerat pelaku ke ranah hukum.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan diskriminatif dalam bentuk apa pun, termasuk di lingkungan sekolah.
Pasal-pasal dalam UU tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan diskriminasi terhadap anak, baik secara verbal maupun nonverbal, dapat dikenai sanksi pidana.
Dalam kasus ini, apabila terbukti adanya unsur penghinaan dan diskriminasi oleh oknum guru terhadap siswa, maka tindakan tersebut dapat dilaporkan secara resmi dan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Pratiksi hukum Rustam Effendy, SH menegaskan bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa untuk belajar, tanpa adanya tekanan atau perlakuan tidak adil.
” Kami sampaikan bahwa pada dasarnya, perbuatan diskriminasi guru terhadap siswa adalah dilarang. Larangan diskriminasi guru terhadap siswa ini temuat dalam peraturan perundang-undangan” tegasnya
Lanjutnya, Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU 20/2003 menerangkan bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa
” Untuk saksi hukumnya, jika guru tersebut berstatus ikatan dinas dan melanggar ketentuan perjanjian kerja, guru akan diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas. Namun, apabila guru tersebut diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, guru akan dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama jika melanggar kewajibannya dalam Pasal 20 UU 14/2005 di atas” ujarnya
Selain itu, khusus untuk pelanggaran terhadap Pasal 76A UU 35/2014, pelakunya diancam dengan pidana sesuai Pasal 77 UU 35/2014, yaitu dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
” Kembali ke pernyataan Anda mengalami trauma, hal tersebut dapat dikatakan sebagai kerugian moril sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 76A UU 35/2014, dan oleh karenanya, para pelaku dapat dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 76A UU 35/2014″, pungkasnya. (Pad)