Save Raja Ampat Viral, Greenpeace Soroti Ancaman Penambangan Nikel di “Surga Terakhir”. (Poto: ist/ist)
LINTASSRIWIJAYA.COM – Tagar #SaveRajaAmpat menjadi salah satu topik hangat yang ramai dibicarakan publik di media sosial. Lantas, mengapa tagar ini viral? Ada apa dengan Raja Ampat?
Gerakan ini mencuat setelah organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia mengunggah kampanye penyelamatan Raja Ampat melalui berbagai akun media sosial mereka.
Baca Juga: Ribang Kemambang: Wisata Alam yang Masih Menyimpan Potensi di Tengah Berkurangnya Wahana Rekreasi
Baca Juga: 10 Destinasi Wisata di Empat Lawang, Dari Air Panas Penantian Hingga Pantai Terusan
Baca Juga: Keindahan Alam Menyapa, Air Terjun Temam, Destinasi Wisata Favorit di Lubuklinggau
Greenpeace menyuarakan kekhawatiran terhadap kegiatan penambangan nikel yang dinilai mengancam kelestarian lingkungan di kawasan tersebut.
Penambangan Nikel dan Ancaman terhadap Ekosistem Raja Ampat
Dalam unggahannya, Greenpeace menampilkan kondisi terkini sejumlah pulau di Kepulauan Raja Ampat yang diduga telah menjadi lokasi penambangan nikel oleh perusahaan yang disebut berada di bawah naungan PT Antam.
Greenpeace menilai aktivitas tambang ini dapat merusak ekosistem laut dan mencemari lingkungan sekitar. Mereka mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang izin-izin tambang nikel yang telah dikeluarkan, mengingat Raja Ampat dikenal luas sebagai destinasi wisata dunia dengan julukan “The Last Paradise” karena keindahan alam dan biodiversitasnya.
“Satu per satu keindahan alam Indonesia dirusak demi kepentingan sesaat dan segelintir oligarki. Pemerintah harus bertanggung jawab atas kehancuran yang terus terjadi,” tulis Greenpeace melalui akun Instagram resminya, @greenpeaceid.
Greenpeace juga menyoroti bahwa proyek hilirisasi nikel yang disebut-sebut sebagai upaya menuju energi bersih, justru meninggalkan jejak kerusakan lingkungan di berbagai daerah—mulai dari Sulawesi, Maluku, hingga kini mengancam wilayah Papua Barat.
Papua Barat Daya Jadi Incaran Baru Penambangan Nikel
Selama ini, pusat pengolahan nikel di Indonesia terfokus di wilayah Maluku Utara dan Sulawesi. Namun seiring perluasan hilirisasi nikel, pemerintah disebut mulai melirik potensi tambang di Papua Barat Daya.
Greenpeace menyebut aktivitas penambangan di Raja Ampat saat ini mencakup Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Sebagai informasi, hilirisasi nikel adalah proses pengolahan dan pemurnian bijih nikel mentah menjadi produk turunan bernilai tambah, seperti bahan baku baterai kendaraan listrik, stainless steel, dan komponen industri lainnya.
Dengan meningkatnya permintaan global terhadap kendaraan listrik, kebutuhan akan nikel turut melonjak—dan inilah yang dikhawatirkan menjadi ancaman baru bagi kawasan-kawasan konservasi seperti Raja Ampat.
Respons Pemerintah dan DPR
Menanggapi viralnya tagar #SaveRajaAmpat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan akan menindaklanjuti isu ini. Ia berjanji akan mengevaluasi izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat.
“Saya akan evaluasi. Akan ada rapat dengan Dirjen saya. Saya akan panggil pemiliknya, baik itu BUMN maupun swasta,” ujar Bahlil seperti dikutip dari Antara, 4 Juni 2025.
Baca Juga: Pagoda Nusantara, Simbol Toleransi dan Keindahan Wisata Religi di Kepulauan Bangka Belitung
Baca Juga: Pesona Air Terjun Tematang Kerinjeng, Potensi Wisata Alam Baru di Kabupaten Empat Lawang
Isu ini juga sampai ke telinga para anggota DPR RI. Salah satunya, Novita Hardini, anggota Komisi VII DPR RI, yang dengan tegas menolak aktivitas tambang di Raja Ampat.
“Raja Ampat bukan kawasan biasa. Ini adalah salah satu surga biodiversitas laut dunia yang telah diakui UNESCO sebagai Global Geopark. Kawasan ini tidak bisa dikompromikan untuk pertambangan,” tegas Novita.
Ia juga mengingatkan bahwa UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil secara jelas menyebut bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian—bukan untuk pertambangan.
Perusahaan Tambang di Balik Isu
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, menyebutkan bahwa perusahaan yang saat ini mengelola tambang nikel di Raja Ampat adalah PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Masyarakat dan pegiat lingkungan kini menanti langkah konkret dari pemerintah untuk menyelamatkan Raja Ampat dari kerusakan permanen demi kepentingan ekonomi jangka pendek. ***

