Menbud Fadli Zon, Tambang Nikel Tak Boleh Rusak Raja Ampat dan Situs Sejarah. (Poto: ist/ist)
JAKARTA, LINTASSRIWIJAYA.COM — Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon angkat bicara terkait temuan izin tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap persoalan ini. Fadli menyatakan, penambangan tidak boleh merusak keindahan dan ekosistem alam Raja Ampat yang selama ini dikenal masih terjaga.
Baca Juga: Save Raja Ampat Viral, Greenpeace Soroti Ancaman Penambangan Nikel di “Surga Terakhir”
Baca Juga:Jokowi Percepatan Proyek Trans-Papua: Ruas Ini Diharapkan Rampung Tahun 2024
Baca Juga: Viral! Pria Berjas dan Berdasi Duduk di Kubangan Protes Pemerintah Karena Jalan Rusak
“Hal ini perlu dibicarakan lebih lanjut. Investasi dan aktivitas pertambangan jangan sampai mengganggu situs-situs bersejarah, termasuk kawasan dengan ekosistem alam yang masih alami,” ujarnya di Masjid Istiqlal dikutif dari Bisnis.com. Jakarta, Jumat (6/6/2025)
Politikus Partai Gerindra itu juga mendukung langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang mencabut sementara Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Gag Nikel yang beroperasi di kawasan Raja Ampat.
Lebih lanjut, Fadli mengungkapkan adanya aktivitas tambang di Sulawesi dan Kalimantan yang turut mengancam kelestarian gua-gua purba yang menyimpan lukisan berusia puluhan ribu tahun.
“Ini sangat membahayakan. Secara lisan sudah saya sampaikan ke Menteri ESDM, namun saat ini kami juga tengah menyusun kajian lebih lanjut, terutama untuk wilayah Kalimantan Timur,” tuturnya.
Fadli menjelaskan, gua purba yang terancam di Kalimantan Timur adalah Gua Sangkulirang, yang berada di kawasan dengan sekitar 58 gua dan 2.500 lukisan purba.
“Di sekitar kawasan itu ada pabrik semen yang mengambil sumber daya dari area yang sama. Ini bisa menjadi ancaman serius,” ujarnya.
Sebelumnya, laporan dari organisasi lingkungan Greenpeace mengungkapkan kerusakan lingkungan di kawasan wisata Raja Ampat. Dalam unggahan di akun Instagram resmi @greenpeaceid, terlihat kondisi alam menuju hutan mangrove di Teluk Bintuni yang mulai tercemar.
Greenpeace juga menyoroti perjuangan masyarakat adat dalam mempertahankan tanah mereka dari ekspansi industri ekstraktif.
“Kami menyaksikan bagaimana tambang, pembalakan, dan perkebunan besar merusak dan menghapus jejak keaslian Papua,” tulis Greenpeace.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menyatakan tengah menindaklanjuti keberadaan tambang nikel di Raja Ampat. ***

