Pertempuran Stalingrad Antara Soviet dan Nazi: Titik Balik Berdarah dalam Sejarah Perang Dunia

Pertempuran Stalingrad Antara Soviet dan Nazi: Titik Balik Berdarah dalam Sejarah Perang Dunia

Pertempuran Stalingrad Antara Soviet dan Nazi: Titik Balik Berdarah dalam Sejarah Perang Dunia. (Poti: ist/dok aljazeera.net)

LINTASSRIWIJAYA.COM — Pertempuran Stalingrad antara pasukan Uni Soviet dan pasukan Nazi Jerman, yang kini memperingati ulang tahunnya yang ke-83, merupakan salah satu pertempuran paling berdarah dalam sejarah Perang Dunia Pertama dan Kedua.

Pertempuran ini dimulai pada 17 Juli 1942 dan berlangsung hingga 2 Februari 1943. Dalam pertempuran ini, baik tentara Soviet maupun Jerman mengalami kerugian besar dalam hal nyawa dan perlengkapan militer. Kota Stalingrad pun hancur total.

Baca Juga: Khamenei Kecam Israel: Genosida Murahan Terjadi di Gaza

Baca Juga: 74 Warga Palestina Tewas, Israel Serang Pusat Medis di Gaza

Korban jiwa dalam pertempuran ini melebihi dua juta orang, menjadikannya salah satu pertempuran paling mematikan dalam sejarah peperangan. Namun, pertempuran ini menjadi titik balik penting yang mengubah arah perang, sehingga menjadikannya sangat bersejarah bagi Eropa dan dunia.

Setelah pertempuran berakhir, kota “Stalingrad” yang kemudian diubah namanya menjadi Volgograd pada tahun 1961, diangkat sebagai salah satu kota pahlawan Rusia. Lebih dari 700.000 peserta pertempuran dianugerahi medali dan penghargaan atas keberanian dan pengabdiannya.

Pertempuran yang Mengubah Jalannya Sejarah Perang Dunia

Pertempuran Stalingrad menjadi titik balik tidak hanya bagi perang Soviet, tetapi juga untuk keseluruhan jalannya Perang Dunia Kedua. Dalam 200 hari, arah peperangan berubah total dan jutaan nyawa melayang.

Pertempuran ini terbagi dalam dua fase utama:

Fase pertama berlangsung dari 17 Juli hingga 18 November 1942, yang didominasi oleh pertahanan tentara Soviet melawan gempuran pasukan Jerman.

Baca Juga: Lima Tentara Cadangan Israel Tolak Bertugas, Tuduh Netanyahu Perpanjang Perang Gaza Demi Kekuasaan

Baca Juga: Pedro Sánchez Tuduh Israel Lakukan Genosida di Gaza, Bandingkan Netanyahu dengan Putin

Fase kedua, dimulai 19 November 1942 hingga 2 Februari 1943, ditandai dengan serangan balik besar-besaran dari tentara Soviet.

Ambisi Adolf Hitler terhadap Stalingrad bukan hanya karena kota itu merupakan pusat industri militer terpenting Uni Soviet dan berada di sekitar Sungai Volga dan Don—serta wilayah selatan yang kaya minyak—tetapi juga karena nama kota tersebut membawa nama pemimpin Soviet, Josef Stalin, yang merupakan musuh bebuyutannya.

Tidak Ada Tempat untuk Kekalahan

Hitler percaya bahwa merebut kota ini (Volgograd saat ini) akan menjadi pukulan telak bagi Stalin dan akan menghancurkan kepercayaan rakyat Soviet terhadap Tentara Merah. Oleh karena itu, pertempuran berlangsung tanpa mempertimbangkan korban, baik dari militer maupun sipil. Bagi Hitler dan Stalin, kekalahan bukanlah pilihan, apapun risikonya.

Meski pasukan Jerman sempat menguasai sebagian besar kota, mereka gagal menembus garis pertahanan terakhir Tentara Merah yang bertahan mati-matian di tepi barat Sungai Volga.

Jumlah Korban dan Dampaknya

Menurut situs “May 9” Rusia, korban dari Tentara Merah mencapai sekitar 1.129.619 orang. Sementara itu, kerugian di pihak Jerman dan sekutunya (Italia, Rumania, Kroasia, dan Hungaria) diperkirakan mencapai 1,5 juta orang, belum termasuk kerugian peralatan militer dan infrastruktur.

Baca Juga;Populasi Gaza Turun 10 Persen, Anak Muda Jadi Korban Terbanyak: Dunia Diam, Gaza Hancur Perlahan

Baca Juga: Bantuan Berdarah, 80% Korban di Gaza Adalah Anak Muda, Bukan Sembako yang Datang, Tapi Maut

Kemenangan Soviet dalam pertempuran ini membuka mata para pemimpin Amerika Serikat dan Inggris tentang pentingnya peran Tentara Merah dalam menghadang Nazi. Sejarawan mencatat bahwa tidak mengherankan jika pada Konferensi Teheran tahun 1943, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill menghadiahkan sebuah pedang kepada Stalin sebagai penghormatan atas kemenangan tersebut.

Pertempuran ini juga menginspirasi banyak negara yang diduduki, dan sejak saat itu, nama “Stalingrad” menjadi sinonim bagi kemenangan perlawanan terhadap penjajahan. Tanggal akhir pertempuran pun kini diperingati sebagai Hari Kemuliaan Militer Rusia.

Serangan Jerman

Pertempuran Stalingrad merupakan bagian dari kampanye musim panas-musim gugur 1942 oleh pasukan Nazi Jerman, yang dikenal sebagai “Operasi Biru.” Kekuatan utama Jerman adalah Angkatan Darat Keenam di bawah pimpinan Jenderal Friedrich Paulus, yang merupakan pasukan paling siap tempur, dilengkapi tank dan unit bermotor.

Menjelang musim gugur, kota hampir hancur total, namun pasukan Soviet bertahan gigih melawan tentara Jerman (Wehrmacht) meski tanpa bantuan signifikan dari sekutu seperti Inggris atau Amerika.

Secara bertahap, Jerman mulai menempatkan lebih banyak pasukannya di kota. Pada 23 Agustus 1942, hanya 100.000 dari 400.000 penduduk yang berhasil dievakuasi dari Stalingrad. Dalam hitungan jam setelah serangan udara besar-besaran Jerman, lebih dari 40.000 orang tewas. Kebakaran besar juga melanda Sungai Volga akibat tumpahan minyak dan kapal yang terbakar, sehingga sungai tampak seperti lautan api. Infrastruktur air dan suplai minyak pun rusak parah.

Rencana Zhukov

Pada 13 November 1942, komandan militer Soviet Georgy Zhukov mengajukan rencana awal kepada Stalin untuk mengepung pasukan Jerman di sekitar Sungai Volga. Rencana itu kemudian dikenal sebagai Operasi Uranus.

Melalui operasi balasan ini, Tentara Merah berhasil mengepung Angkatan Darat Keenam Jerman di dalam kota. Komando militer Soviet berhasil menyembunyikan konsentrasi pasukan mereka di titik-titik strategis tanpa terdeteksi lawan, dan menyerang titik-titik terlemah pertahanan Jerman saat operasi dimulai pada 19 November 1942.

Baca Juga: Anak-Anak Tertidur dalam Reruntuhan: 47 Nyawa Warga Gaza Direnggut Tanpa Ampun

Baca Juga: Krisis Bahan Bakar Ancam Lumpuhkan RS Al-Shifa di Gaza: “Bukan Bom, Tapi Blokade yang Membunuh”

Lewat serangkaian serangan ini, Tentara Merah memaksa Jerman mundur dan membersihkan wilayah-wilayah penting, mulai dari Kaukasus Utara, Stavropol, Kuban, dan Rostov, hingga berhasil memecah pengepungan Leningrad (kini St. Petersburg) pada Maret 1943.

Keseimbangan Kekuatan dan Ilusi Kemenangan

Dalam laporan yang dimuat oleh situs Jerman “Frankfurter Rundschau,” sejarawan Inggris Richard J. Evans menjelaskan bahwa kekalahan Jerman dalam Perang Dunia Kedua, khususnya setelah kekalahan di Stalingrad, disebabkan oleh fakta bahwa Jerman terlibat perang melawan tiga kekuatan besar dengan keunggulan ekonomi dan militer: Uni Soviet, Amerika Serikat, dan Inggris. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *